TANGERANG, - Hefi Irawan, S.H., selalu ketua umum YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Anak Negri) merasa bangga dan senang akan turut serta dalam acara Anniversary ke-11 Forum Kemala.
" InsyaAllah kami akan hadir beserta para Advokat PERADI pada waktunya nanti, " ujar Hefi Irawan, Rabu, 26/7/2023.
Forum Kepedulian Masyarakat Lampung (KEMALA) yang di ketua, Rudi Hidayat akan mengadakan Anniversary ke-11 pada hari Minggu, 30 Juli 2023 nanti di RTH Balaraja kabupaten Tangerang provinsi Banten.
" Semoga forum KEMALA dapat menjadi pemersatu bangsa bagi forum-forum lembaga lainnya yang ada di Tangerang Raya, " singkat Rudi.
Ditambahkan Hefi Irawan, S.H., bahwa sebagai divisi hukum Forum KEMALA merasa sangat bangga reuni akbar ini akan di selenggarakan khsususnya saudara-saudara kami dari Banten yang sangat kami cintai.
Diketahui bahwa, sejarah Banten dan Lampung tidakkan pernah pudar karena sudah melekat dari zaman kerajaan Banten. Untuk itu, agar selalu mengingatkan cerita sejarah Banten dan Lampung perlu kiranya kita urai lagi cerita sejarah akan kemunculan masyarakat Lampung Cikoneng.
Diawali oleh berdirinya Cikoneng yang ditandai dengan ikrar saling membantu menjaga kedaulatan dan syiar Islam antara Pangeran Saba Kingking dari Kesultanan Banten dengan Ratu Darah Putih dari Keratuan Lampung pada abad ke-16.
Ikrar itu tertulis dalam sejarah Babat Kuripan dengan Prasasti Dalung Kuripan yang ditulis dalam bahasa Jawa Banten.
[2] Realisasi Prasasti Dalung Kuripan berlanjut pada saat penaklukan Kerajaan Sunda Pajajaran, Kedaung, Kandang Wesi, Kuningan dan terakhir daerah Parung Kujang oleh prajurit yang berasal dari Keratuan Lampung.
Penaklukan daerah Parung Kujang (sekarang Kabupaten Lebak) terjadi pada abad ke-17, satu abad sesudah peristiwa Dalung Kuripan menjadi tanda lahirnya keberadaan Cikoneng.
Baca juga:
Pura-Pura Budayawan
|
[3]Pada waktu penaklukan Parung Kujang, Keratuan Lampung tidak diketahui sedang dipimpin oleh siapa. Sebab Keratuan Lampung waktu itu terbagi dua, yakni Kuripan di Kalianda dan Tulang Bawang di Menggala.
Tetapi saat itu Kesultanan Banten diketahui sedang berada dalam pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Keratuan Lampung mengirimkan empat orang prajurit kakak beradik, yaitu Menak Gede, Menak Iladiraja, Menak Sengaji, dan Menak Parung. Setelah keempat utusan datang ke Kesultanan Banten dan melapor, Sultan Agung nampak kecewa karena jumlahnya hanya empat, padahal biasanya 40 prajurit. Akan tetapi keraguan Sultan Agung dapat ditepis, setelah keempat prajurit itu dengan taktik tipu muslihatnya mengalahkan pasukan Parung Kujang. Kisah penaklukan itu sampai kini terkenal dengan cerita rakyat Cikoneng, Taktik Manusia Kerdil dan Baju Dendeng.
[4]Karena kesuksesan keempat prajurit Keratuan Lampung ini, Sultan Agung akhirnya mengangkat Menak Gede sebagai adipati di Kesultanan Banten. Namun setelah satu tahun menjabat, Menak Gede meninggal dunia. Jabatan adipati pun diserahkan kepada adiknya, Minak Iladiraja. Ia pun mengalami nasib yang sama, wafat setahun kemudian. Makam kedua kakak beradik itu tidak pernah diketahui sampai saat ini.
[5] Sepeninggalan Menak Iladiraja, Menak Sengaji dipanggil Sultan untuk menggantikan Menak Iladiraja. Akan tetapi Menak Sengaji tidak langsung menerima jabatan itu. Ia meminta syarat untuk diangkat menjadi adipati di luar daerah kekuasaan kakaknya.
Menak Sengaji ingin daerah Banten bagian barat, daerah yang langsung berhadapan dengan daerah leluhurnya yakni Lampung. Ia juga meminta dibolehkan membawa saudara-saudaranya dari Lampung.
[6] Syarat itu kemudian diterima oleh Sultan Agung. Kemudian Sultan Agung juga memberi Menak Sengaji hak kepemilikan atas Selat sunda termasuk Pulau Sangiang dan tanah sepanjang pesisir Selat Sunda. Mulai dari Tanjung Purut atau Merak sampai ke Ujung Kulon. Dari Tanjung Purut ke pedalaman hingga ke Gunung Panenjoan dan terus membentang ke arah barat mencapai Gunung Aseupan berakhir di Ujung Kulon.
Setelah persetujuan itu, berangkatlah Menak Sengaji membawa 40 kepala keluarga yang terdiri dari sembilan buai, di antaranya Buai Aji, Buai Arong, Buai Rujung, Buai Kuning, Buai Bulan, Buai Pandan, Buai Manik, dan Buai Besindi. Mereka pertama kali datang kemungkinan terbawa arus timur. Rombongan Menak Sengaji terdampar di Teluk Perak. Akhirnya rombongan beristirahat tidak jauh dari teluk tempat itu kemudian diberi nama Kubang Lampung artinya tempat mendarat kumpulan masyarakat Lampung di Banten.
Setelah mengalami tiga kali perpindahan tempat rombongan Menak Sengaji sepakat menempati kawasan Pantai Anyar yang dulu bernama Alas Priuk dan pelabuhannya dinamai Pelabuhan Priuk. Kemudian mereka mendirikan pemukiman orang Lampung yang diberi nama Kampung Bojong. Berputarnya roda waktu jumlah 40 kepala keluarga itu mulai beranak-pinak, Kampung Bojong kemudian dimekarkan kembali menjadi empat kampung yaitu Kampung Bojong, Kampung Cikoneng, Kampung Tegal, dan Kampung Salatuhur. Keempat kampung tersebut kemudian dikenal dengan nama Cikoneng Pak Pekon yang berarti 'empat kampung di Cikoneng yang ditinggali oleh orang Lampung'. (J.Sianturi/Ef)